Dalam setiap identitas kita pasti selalu tercantum tempat tanggal lahir, memang pada dasarnya alamat kita bisa saja berpindah tempat kemana nasib membawa namun tempat dan tanggal lahir tidak akan berubah. Ibarat pesawat, tempat landing atau mendaratnya setelah melalui perjalanan jauh dari planet Ruh menuju planet bumi. Atomatis setiap orang yang lahir pada suatu tempat yang menjadi tanah kelahirannya akan banyak dipengaruhi oleh adat istiadat setempat, boleh jadi juga cara berpikir, bahasa (dialek) bahkan agama.
Lahir di Tuntungan dengan mayoritas suku Jawa dan beragama Islam, tentu sangat banyak berpengaruh terhadap diri saya yang orang batak, walaupun pada dasarnya suku jawa juga perantauan dari pulau jawa atau sering disebut "Pujakesuma"(Putra Jawa Kelahiran Sumatera). Sedikit banyak mempengaruhi adat dan budayanya yang halus, hingga banyak orang yang mengatakan kalau logat bicara saya sudah tak kentara lagi bataknya(batak itu terkesan kasar suaranya namun hatinya lembut). Tentu saja.. bahasa pertama yang saya kuasai setelah bahasa Indonesia adalah bahasa Jawa, kemudian setelah memasuki Smp dan Sma kemampuan bahasanya bertambah yaitu bahasa Karo karena Sekolahnya di Pancurbatu dan tinggal di Keriahen Tani yang mayoritas bersuku Batak Karo.
Didalam Daftar Riwayat Hidupku selalu tercantum Tuntungan baru kemudian tanggal lahir, nama yang selalu kuingat saat masa kanak-kanak yang sungguh-sunguh indah. Bersama anak lainnya menonton Ludruk, Wayang Golek, Sandiwara bahkan Wayang orang. Demikian juga ketika hari-hari menyambut lebaran dan Tahun Baru ada kebersamaan yang tak pernah terpisahkan antara anak-anak. Aku bahkan masih ingat bersekolah di SD Negeri 101827 entah kenapa nama SD itu tak pernah lupa, dimana ibuku menjadi guru, disekolah itu juga aku pernah terpecut untuk belajar dengan giat karena melihat sahabatku yang selalu menjadi juara, hasilnya tentu saja tidak sia-sia karena dengan nilai hasil jerih payah itu, itu pula menjadi tonggak kekuatan ku untuk bersemangat dan yakin Bisa menghadapi pendidikan tinggi nantinya.
Di Tuntungan, kami mempunyai kerabat bersuku Jawa yang sudah seperti keluarga sendiri, bahkan setengah namaku yaitu "Efendi" berasal kerabat yang kami panggil Uwak yaitu Pak Kasimun (alm) hingga hari ini setiap Lebaran dan Tahun Baru selalu saling mengunjungi penuh tawa dan ceria. Tuhan baik merekaktkan kedua keluarga ini, bahkan ketika kanak-kanakku aku masih ingat kalau Uwak yang kumuliakan membawakan kami pulut dengan serundeng wow.. makanan terlezat saat itu.
Tuntungan juga dikenal dengan Golfnya yang luas, ada sekelumit kisah orang tua kami ketika lapangan golf dibuat, ternyata ada 2 lokasi lahan tanah orang tua kami seluas 5000 m2 dan 1500 m2 yang dibuat menjadi lapangan golf tanpa penggantian yang sah. Sehingga Ketika Pangdam II Bukit Barisan saat itu bermain golf di Tuntungan, orang tua kami memberanikan diri menghadap untuk memohon penggantian atas tanah yang diambil alih oleh golf Tuntungan, namun jawaban Pangdam II/BB saat itu Brigjen Leo Polisa berkata "Kutembak kau nanti, kubuat menjadi pagar golf ini, PKI kau" orang tua kami pun mundur teratur, hingga saat ini surat tanah itu masih dipegang orang tua kami dan masih berharap penggantian jerih payah keringatnya sewaktu membeli tanah tersebut. Hmm Tuhan pasti mendengar harapan orang tua kami, walau kami anaknya belum mampu untuk memediasi keinginan orang tua kami.
Anak Tuntungan juga identik dengan caddy golf, itu sebabnya banyak anak tuntungan dapat mengorbit ke ibu kota karena kemampuannya bermain golf. Tentu saja, dari kecil sudah bermain golf hanya dengan bermodal kayu yang bercabang berbentuk seperti golf pada saat sore harinya setelah semua off bermain. Namun saya mungkin satu-satunya yang tidak dapat bermain golf karena sewaktu mencoba memukul bola golf dengan stick kayu made in sendiri, sang bola langsung mantul ke kepala seorang ibu yang sedang menggendong anaknya hmm malu dan takuuut, sejak itu trauma rasanya melihat stik golf.
Anak Tuntungan juga identik dengan caddy golf, itu sebabnya banyak anak tuntungan dapat mengorbit ke ibu kota karena kemampuannya bermain golf. Tentu saja, dari kecil sudah bermain golf hanya dengan bermodal kayu yang bercabang berbentuk seperti golf pada saat sore harinya setelah semua off bermain. Namun saya mungkin satu-satunya yang tidak dapat bermain golf karena sewaktu mencoba memukul bola golf dengan stick kayu made in sendiri, sang bola langsung mantul ke kepala seorang ibu yang sedang menggendong anaknya hmm malu dan takuuut, sejak itu trauma rasanya melihat stik golf.
Tahun 1974 kami pindah ke Keriahen Tani, benar-benar tempat bertani dan tempat yang agak jauh dari keramaian masyarakat. Tempat yang sangat-sangat nyaman namun agak sunyi untuk itu kami membangun lapangan Bulu tangkis di depan rumah, namun sejak itu tuntungan hanya kami kunjungi saat bersekolah di SD saja.
No comments:
Post a Comment
Saran dan masukan pengunjung sangat berarti bagi kami.