Hari kehari dunia terus berputar, beraktifitas membentuk satu kenangan yang tak pernah kita ketahui seperti apa. Hanya ada cita-cita dan angan-angan yang kadang terhempas ketika dinding batu yang keras menghadang langkah perjalanan kita. Suatu perumpamaan berkata " Hidup kita seperti Es, digunakan atau tidak akan tetap mencair dan habis".
Kita hanyalah musafir yang melintas untuk sedikit waktu di muka bumi ini, mengganti peran para pendahulu kita yang sudah lebih dahulu melintas diatas lintasan yang kita jalani. Namun waktu, musim dan keadaanlah yang membedakan.
Apakah kita akan menjalani jalan itu sama seperti pendahulu kita, atau kita berjalan sambil berkaca dengan para pendahulu kita, agar kita tidak jatuh dalam comberan yang sama atau terantuk pada batu yang sama.
Amsal berkata Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu, sedangkan kehormatan anak-anak adalah nenek moyangnya.
Ada pilihan bagi kita menjadi Mahkota atau menjadi biasa-biasa saja ? banyak orang berkata bahwa dia ingin biasa-biasa saja, tidak perlu terlalu ekstrim. Padahal biasa-biasa saja terlalu dekat konotasinya dengan pasrah dan berakhir dengan kata kata "sudah nasib".
Ketika kita memilih menjadi "Mahkota" maka implikasinya kita akan menjadi "Kehormatan" bagi anak cucu kita.
Namun Menjadi "Mahkota" tidak cukup sekali, atau sekali baik besok berubah. Hari ini Mahkotanya berkilau besok sudah kusam dan bulukan. Karena itu ada kata-kata suci berkata "peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil "mahkotamu".
Karena itu rawatlah Mahkotamu dengan sepenuh hati, jangan biarkan sedikitpun noda mengotorinya, agar tetap cemerlang, bersinar memancarkan kemurnian, itulah " Hidup Rukun sesama saudara".
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteMantap bang
ReplyDeleteSemangat papi buat blog nya semoga kakak bisa buat blog kayak gini😊
ReplyDelete